Menuju konten utama

Merpati Bisa Terbang Tinggi dengan Pesawat  Irkut MC-21 Rusia?

Merpati akan mengudara lagi dengan pesawat Irkut MC-21. Bagaimana kansnya?

Merpati Bisa Terbang Tinggi dengan Pesawat  Irkut MC-21 Rusia?
Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev berjalan ke atas podium dalam upacara peluncuran jet penumpang baru MC-21-300 di sebuah pesawat di pabrik perakitan "Irkut" di Irkutsk, Rusia, Rabu, 8 Juni 2016. Rusia meluncurkan pesawat Irkut MC-21 -300 setelah melalui tes penerbangan untuk pesawat penumpang. Alexander Astafyev / Sputnik, Foto Layanan Layanan Pers Pemerintah melalui AP

tirto.id - Merpati Nusantara Airlines, maskapai yang terbang di rute-rute perintis, mati pada 1 Februari 2014 silam. Kematian maskapai plat merah itu terjadi selepas perusahaan tidak sanggup membiayai operasionalnya dan punya utang yang mencapai Rp10 triliun.

Kini, Merpati nampaknya menyerap semangat hidup Phoenix, burung mitologi yang bisa hidup kembali dari abunya. Atas suntikan dana senilai Rp6,4 triliun dari PT Intra Asia Corpora yang dimiliki Kim Johanes Mulia, Merpati bangkit dari kematiannya. Rencananya, hidup kedua Merpati ini akan didukung Irkut MC-21, pesawat buatan Rusia berjenis single-aisle (berlorong tunggal). Seperti dilaporkan CNBC, Direktur Merpati Nusantara Airlines, Asep Eka Nugraha mengonfirmasi rencana itu.

Irkut MC-21, yang juga dipasarkan dengan nama MS-21, punya arti peswat di abad 21. Penciptaan MC-21 dimulai pada 2006. Rencananya, pesawat ini akan mulai beroperasi secara komersial pada 2019 mendatang, selepas menyelesaikan beberapa tahapan ujicoba. Pesawat ini diproduksi oleh JSC Irkut Corporation. Salah satu produk Irkut Corporation yang cukup dikenal adalah Sukhoi Su-30. Dalam penciptaan MC-21, Irkut mendelegasikannya pada anak usahanya sendiri bernama Yakovlev Design Bureau.

Irkut MC-21 memiliki dua varian: MC-21-200 dan MC-21-300. Keduanya memiliki dua kelas penumpang, bisnis dan ekonomi. Dilansir dari laman resmi Irkut, MC-21-200 sanggup membawa 132 penumpang dan MC-21-300 bisa mengangkut 163 penumpang. Jika konfigurasi bisnis dan ekonomi dihilangkan atau hanya menjadi satu konfigurasi (ekonomi saja), MC-21-200 bisa menampung 165 penumpang, sementara MC-21-300 sanggup membawa 211 penumpang.

Dengan jumlah penumpang itu, Irkut MC-21 akan langsung berhadapan dengan Boeing 737 dan Airbus A320. Diwartakan CNN, meski sanggup membawa penumpang banyak, Irkut mengklaim operasional pesawatnya lebih hemat 12 hingga 15 persen dibanding pesawat sejenis.

Secara teknis, Irkut MC-21 menggunakan tiga bahan utama untuk membentuk badan (fuselage) dan sayap pesawat. Ketiga bahan itu ialah carbon fiber reinforced plastic, fiber glass composite, dan metal. Klaim Irkut, bahan-bahan tersebut dikembangkan di Rusia.

Soal urusan mesin jet, Irkut punya dua varian. Pertama adalah MC-21 yang dibekali mesin PW 1400G buatan Pratt & Whitney, satu di antara tiga (selain General Electric dan Rolls Royce) perusahaan pembuatan mesin jet yang memasok mesin untuk Airbus dan Boeing. Satu varian MC-21 lain menggunakan PD-14, mesin jet buatan Aviadvigatel, perusahaan asal Rusia.

Aviadvigatel PD-14 merupakan mesin jet turbofan yang khusus dikembangkan untuk Irkut MS-21. Diperkirakan, nilai pengembangan mesin ini mencapai 1,1 miliar dolar. Pada akhir 2016 dan pertengahan 2017, mesin ini telah diujicobakan pada pesawat Ilyushin II-76 yang terbang di langit Moskow. Sayangnya, pada penerbangan perdana MS-21 yang dikemudikan Kapten Oleg Kononenko pada Mei 2017, Irkut memilih menggunakan mesin bikinan Pratt & Whitney dibandingkan Aviadvigatel.

Kedua varian mesin jet MC-21 diklaim memiliki performa bahan bakar yang baik. PW 1400G dan PD-14 mengeluarkan gas CO2 20 persen per kursi penumpang lebih sedikit dibandingkan mesin jet terdahulu.

Lebih Murah Dibandingkan Boeing dan Airbus

Sebagaimana diwartakan Airliner Watch, Irkut MC-21 memiliki harga jual lebih murah dibandingkan Boeing 737 maupun Airbus A320. Varian MC-21-300 misalnya, dijual seharga 96,1 juta dolar. Bandingkan dengan Boeing 737-Max 8 yang dijual pabrikan asal Amerika Serikat seharga 117,1 juta dolar, atau Airbus A320 Neo yang dibanderol 110,6 juta dolar.

Selain murah, biaya operasional MC-21 diklaim lebih murah. Masih merujuk Airliner Watch, maskapai pengguna MC-21 bisa menghemat uang senilai 2 juta dolar per tahun jika dibandingkan dengan menggunakan Boeing 737-Max 8 atau Airbus A320 Neo. Sayangnya, seperti ditulis dalam majalah Take-off edisi November 2013, mayoritas pemesan pesawat MC-21 adalah maskapai atau perusahaan penyewaan pesawat asal Rusia.

Salah satu pemesan awal dan direncanakan jadi pengguna pertama MC-21 adalah Aeroflot, maskapai Rusia yang memesan 50 unit MC-21. Lalu ada VEB Leasing, perusahaan yang menyewakan pesawat asal Rusia, dan sudah memesan 60 unit MC-21. Selain dua nama itu, ada pula Rostec yang memesan 85 unit MC-21.

Hingga kini, di luar maskapai atau perusahaan Rusia, ada dua maskapai non Rusia yang memesan MC-21: Azerbaijan Airlines asal Azerbaijan dan Peruvian Airlines dari Peru. Belum ada maskapai-maskapai tenar seperti Qantas, KLM, atau Etihad yang membeli MC-21.

Bukan Pilihan Tepat

Merpati Airlines merupakan maskapai yang menyasar rute-rute perintis. Sebelum tutup pada 2014, maskapai tersebut memiliki 19 rute. Selepas diputus bangkrut, rute-rute yang dimiliki Merpati beralih ke Garuda Indonesia, Susi Air, hingga NAM Air. Rute-rute perintis umumnya mengandalkan bandara kecil dengan landasan pacu (runway) yang pendek, dengan panjang tak lebih dari 1.500 meter.

Jika akhirnya Merpati terbang kembali dan memilih menggunakan Irkut MC-21, ini akan menjadi masalah. Sebab Irkut MC-21 merupakan pesawat yang serupa dengan Boeing 737 dan Airbus A320. Pesawat jenis ini membutuhkan landasan pacu yang lebih panjang, hingga 2.500 meter. Artinya, MC-21 akan sukar mendarat di bandara-bandara perintis dengan landasan pacu pendek.

Ratna Ayu Wandhini, Stability & Control Engineering PT Regio Aviasi Industri, perusahaan swasta pembuat pesawat yang didirikan BJ Habibie pada 2012, menyatakan secara tersirat bahwa membangun bandara berstandar internasional, yang sanggup dipakai mendarat pesawat besar adalah hal yang sulit.

“Kita harus melihat tantangannya, kita harus melihat kontur tanahnya, dan seberapa panjang yang dibuat jalur runway. Landasan harus dirancang kuat menahan beban ketika turun. Tidak semua lahan di Indonesia bisa dijadikan runway.”

Infografik Irkut MC 21

Pesawat berkekuatan jet ganda (twinjet) seperti MC-21 kurang pas dengan kondisi bandara di rute-rute perintis. Pesawat kecil bermesin turboprop, menurut Ratna, merupakan pilihan pas.

PT Regio Aviasi Industri sendiri saat ini tengah mengembangkan pesawat R80, pesawat bermesin turboprop yang dirancang untuk bisa memuat 80 hingga 90 penumpang`. Menurut Ratna, mesin turboprop yang dipakai R80 didatangkan dari perusahaan besar pembuat mesin pesawat, seperti Pratt & Whitney serta Rolls Royce. Dari penuturan Ratna, R80 bermesin turboprop itu sanggup menghemat bahan bakar hingga 20 persen. Kombinasi antara kapasitas penumpang yang tak mencapai 100 dan bahan bakar hemat lebih cocok bagi rute perintis.

“R80 menjangkau (bandara yang landasan pacunya) pendek dan menengah. Cocok untuk rute-rute di Indonesia. (Selain itu) tidak semua rute permintaan (penumpang) banyak. Efisiensi bahan bakar lebih baik (lebih menguntungkan maskapai),” tutur Ratna.

Tercatat ada beberapa maskapai swasta di Indonesia yang telah memesan R80, semisal NAM Air yang memesan 100 unit, Kalstar yang memesan 25 unit, Trigana Air yang memesan 20 unit, dan Aviastar yang memesan 10 unit.

R80 bisa menjadi pilihan bagi Merpati. Sayangnya, R80 baru akan mengudara secara komersial pada 2025, selepas melakukan terbang perdana (maiden flight) pada 2023. Pilihan pengadaan Irkut MC-21 dari Rusia juga bakal tak mulus karena persoalan embargo perdagangan yang menimpa Rusia.

Merpati yang akan terbang kembali dalam waktu dekat perlu menengok pabrikan lain yang menyediakan pesawat yang pas dalam rute perintis, misalnya Bombardier dari Kanada atau Embraer asal Brazil.

Baca juga artikel terkait MERPATI AIRLINES atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nuran Wibisono